Sabtu, 24 Desember 2011

walimatul ursy

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Islam adalah agama yang syumul (universal). Agama yang mencakup semua sisi kehidupan, tidal ada satu masalah pun  dalam kehidupan ini yang tidak dijelaskan, dan tidak ada satu pun masalah yang tidak disentuh nilai islam, walau masalah tersebut Nampak kecil dan sepele. Itulah Islam, agama yang member rahmat bagi sekuruh alam.
Dalam masalah perkawinan, Islam telah berbicara banyak, dimulai bagaimana cara mencari kreteria bakal calon pendamping hidup hingga bagaimana memperlakukannya dikala resmi menjadi sang penyejuk hati. Islam memiliki tuntunannya, begitu pula Islam mengajarkan bagaimana mewujudkan sebuah pesta pernikahan yang meriah. Namun tetap mendapat berkah dan tidak melanggar tuntunan Rasulullah saw. Demikian halnya dengan pernikahan yang sederhana namun tetap penuh pesona.
Berdasarkan berbagai perkembangan di masyarakat, walimah berubah menjadi bermacam-macam, baik jenis maupun cara penyelenggaraannya. Dapat kita ketahui bahwa banyak sekali walimah yang tak lebih hanya sebuah resepsi yang berlebihan, mewah namun hanya buang-buang uang dengan percuma, bahkan tidak jarang walimah secara tidak langsung cukup membebani bagi yang menyelenggarakannya, namun tuntutan social harus dilakukan hal ini tentu tidak masalah bagi orang-orang yang berkecukupan, tetapi bagi seorang yang hidup pas-pasan tentu ini sangat merepotkan. Namun karena disebabkan gengsi social maupun karena factor adat, sehingga mereka tetap memaksakan diri untuk melaksanakannya.

B.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1.    Apa pengertian dari  Walimatul Ursy?
2.    Bagaimana dasar hukum dari Walimatul Ursy?
3.    Bagaimana pentingnya mengadakan Walimatul Ursy?
4.    Bagaimana Adab yang harus dijaga dalam Walimatul Ursy?
5.    Apasajakah macam-macam halangan yang membolehkan tidak menghadiri undangan Walimahtul Ursy?
6.    Apasajakah hal-hal yang diperbolehkan tidak menghadiri undangan Walimah?
7.    Bagaimana syarat-syarat Wajib menghadiri undangan Walimah?
8.    Bagaimanakah Hikmah Walimah?

C.    Tujuan
1.    Mengetahui pengertian Walimatul Ursy.
2.    Mengetahui dasar hokum walimah ursy.
3.    Mengetahui pentingnya mengadakan Walimatul Ursy.
4.    Mengetahui adab yang harus dijaga dalam walimah ursy.
5.    Mengetahui macam-macam halangan yang memperbolehkan tidak menghadiri undangan walimah ursy.
6.    Mengetahui hal-hal yang diperbolehkan tidak menghadiri walimah ursy.
7.    Mengetahui syarat-syarat wajib menghindari walimah ursy.
8.    Mengetahui bagaimana hikmah-hikmah Walimatul Ursy.









BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian
Walimah berasal dari kata al walam, Yang semakna dengan arti al jam’u, yakni berkumpul. Sedangkan nikah berasal dari kata nakaha, yang artinya menikah. Upacara nikah yang disebut walimah, merupakan ibadah yang disyariatkan agama islam .
Adapun yang dikehendaki dengan pengertian walimah, adalah makanan yang dibuat untuk acara pernikahan. Imam syafi’i berpendapat bahwa lafal walimah menempati atas tiap-tiap undangan karena mendapat kebahagiaan. Bagi orang yang mampu, paling sedikit mengadakan walimah itu berupa satu ekor kambing, dan bagi yang tidak mampu, maka cukup sesuatu yang mudah .
Berkata Syaikh Abu Syujak:
والوليمة على العرش مستحبة, والإجابة إليها واجبة جابة إليها واجبة إلا من عدر
“walimah (selamatan) dalam perkawinan adalah sunnah, sedangkan menabulkannya adalah wajib”
Jadi, walimah adalah makanan dalam perkawinan, berasal dari kata walam, yaitu mengumpukan, karena suamim istri berkumpul. Imam Syafi’i dan sahabat-sahabatnya berkata walimah itu berlaku pada setiap undangan yang diadakan karena suatu kegembiraan yang terjadi, seperti nikah, khitan maupun yang lain .

B.    Dasar Hukum Walimah
Anas bin malik r.a. berkata: biasa nabi saw, jika berjalan didekat rumah Um Sulaim, mampir untuk memberi salam kepadanya. Kemudian Anas r.a. melanjutkan keterangannya: ketika Nabi saw kewin dengan Zainab aku diberitahu oleh Sulaim: bagaimana jika kami memberi hadiah kepada Nabi saw? Jawabku: buatlah apa yang ibu membuat. Lalu ia mengambil kurma, samin dan susu ketal (mentega/keju) dan dimasak dalam kuali, kemudian menyuruh aku membawanya ke tempat Nabi saw. Nabi saw menyuruh aku meletakkan kuali itu, lalu menyuruh aku untuk memanggil beberapa orang yang disebut nama mereka, lalu disuruh memanggil siapa saja yang bertemu dijalan. Maka aku laksanakan semua perintah itu, dan aku kembali ke rumah, sedang rumah telah sesak dengan undangan, maka aku melihat Nabi saw meletakkan tangannya diatas masakan dikuali sambil berkecumik berdo’a, kemudian mempersilahkan sepuluh orang untuk makan sambil mengingatkan supaya berzikir menyebut nama Allah swt ketika makan, dan masing-masing orang supaya makan apa-apa yang dekat kepadanya, begitu keadaanya sehingga selesai semuanya dan bubar, tetapi ada beberapa orang yang masih tinggal omong-omong, akupun merasa risau dengan orang-orang itu, kemudian Nabi saw keluar ke bilik isteri-isterinya, dan akupun keluar mengikuti Nabi saw. Lalu saya berkata: mereka sudah keluar, maka segera Nabi kembali masuk rumah, dan menurunkan tabir (dinding). Dan ketika saya belum keluar dari rumah Nabi saw, telah membaca ayat:

يأيهاالذين أمنوا لاتدخلوا بيوت النبى إلاأن يؤذنلكم  إلاأن يؤذنلكم إلى طعام غير ناظرينناظرين إناه, ولكن إذا دعيتم فادخلوا, فإذا طعمتم فانتشروا, ولامستأنسين لحديث, إن ذالكم كان يؤذى النبى فيستحي منكم والله لا يستحي من الحق-.
“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian masuk rumah Nabi saw, kecuali diizinkan kepadamu untuk suatu makanan, tidak untuk masaknya, tetapi jika dipanggil masuklah, dan jika selesai makan bubarlah, dan jangan bersantai untuk bicara-bicara, sebab yang demikian itu mengganggu Nabi saw, lalu ia malu kepadamu, sedangkan Allah tidak malu untuk menerangkan yang hak” .

mudharabah

A. Pengertian Al Mudharabah

Secara bahasa mudharabah berasal dari akar kata ضرب – يضرب – ضربا yang bermakna memukul. Dengan penambahan alif pada dho’ (ضارب), maka kata ini memiliki konotasi “saling memukul” yang berarti mengandung subjek lebih dari satu orang. Para fukoha memandang mudharabah dari akar kata ini dengan merujuk kepada pemakaiannya dalam al-Qur’an yang selalu disambung dengan kata depan “fi” kemudian dihubungkan dengan “al-ardh” yang memiliki pengertian berjalan di muka bumi.
Wahbah Az-Zuhaily mengemukakan mudharabah yaitu dimana pemilik modal menyerahkan hartanya kepada pengusaha untuk diperdagangkan dengan pembagian keuntungan yang disepakati dengan ketentuan  bahwa kerugian ditanggung oleh pemilik modal, sedangkan pengusaha tidak dibebani kerugian sedikitpun, kecuali kerugian berupa tenaga dan kesungguhannya.
Sedangkan menurut Afzalur Rahman sebagaimana dikutip oleh Gemala Dewi dkk.,
syirkah mudharabah atau qiradh, yaitu berupa kemitraan terbatas adalah perseroan
antara tenaga dan harta, seseorang (pihak pertama/supplier/ pemilik modal/mudharib)
memberikan hartanya kepada pihak lain (pihak kedua/pemakai/pengelola/dharib) yang
digunakan untuk bisnis, dengan ketentuan bahwa keuntungan (laba) yang diperoleh
akan dibagi oleh masing-masing pihak sesuai dengan kesepakatan. Bila terjadi
kerugian, maka ketentuannya berdasarkan syara‟ bahwa kerugian dalam mudharabah
dibebankan kepada harta, tidak dibebankan sedikitpun kepada pengelola, yang bekerja
Sedangkan dalam istilah para ulama Syarikat Mudhaarabah memiliki pengertian: Pihak pemodal (Investor) menyerahkan sejumlah modal kepada pihak pengelola untuk diperdagangkan. Dan berhak mendapat bagian tertentu dari keuntungan. Dengan kata lain Al Mudharabah adalah akad (transaksi) antara dua pihak dimana salah satu pihak menyerahkan harta kepada yang lain agar diperdagangkan dengan pembagian keuntungan diantara keduanya sesuai dengan kesepakatan.3 Sehingga Al Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak dimana pemilik modal (Shahib Al Mal/Investor) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (Mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan. Bentuk ini menegaskan kerja sama dengan kontribusi 100% modal dari Shahib Al Mal dan keahlian dari Mudharib.
Syarikat Mudhaarabah memiliki dua istilah yaitu Al Mudharabah dan Al Qiradh sesuai dengan penggunaannya di kalangan kaum muslimin. Penduduk Irak menggunakan istilah Al Mudharabah untuk mengungkapkan transaksi syarikat ini. Disebut sebagai mudharabah karena diambil dari kata dharb di muka bumi yang artinya melakukan perjalanan yang umumnya untuk berniaga dan berperang, Allah berfirman dalam surah Al Muzammil ayat 20 yang artinya :

Kamis, 22 Desember 2011

TERDAPAT KEBAIKAN DALAM SETIAP PERISTIWA

TERDAPAT KEBAIKAN DALAM SETIAP PERISTIWA
     Allah memberitahukan kita bahwa dalam setiap peristiwa yang Dia ciptakan terdapat kebaikan di dalamnya. Ini merupakan rahasia lain yang menjadikan mudah bagi orang-orang yang beriman untuk bertawakal kepada Allah. Allah menyatakan, bahkan dalam peristiwa-peristiwa yang tampaknya tidak menyenangkan terdapat kebaikan di dalamnya:
"Mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak." (Q.s. an-Nisa': 19).
"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui." (Q.s. al-Baqarah: 216).
Dengan memahami rahasia ini, orang-orang yang beriman menjumpai kebaikan dan keindahan dalam setiap peristiwa. Peristiwa-peristiwa yang sulit tidak membuat mereka merasa gentar dan khawatir. Mereka tetap tenang ketika menghadapi penderitaan yang ringan maupun berat. Orang-orang Muslim yang ikhlas bahkan melihat kebaikan dan hikmah Ilahi ketika mereka kehilangan seluruh harta benda mereka. Mereka tetap bersyukur kepada Allah yang telah mengkaruniakan kehidupan. Mereka yakin bahwa dengan kehilangan harta tersebut Allah sedang melindungi mereka dari perbuatan maksiat atau agar hatinya tidak terpaut dengan harta benda. Untuk itu, mereka bersyukur dengan sedalam-dalamnya kepada Allah karena kerugian di dunia tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kerugian di akhirat. Kerugian di akhirat artinya azab yang kekal abadi dan sangat pedih. Orang-orang yang tetap sibuk mengingat akhirat melihat setiap peristiwa sebagai kebaikan dan keindahan untuk menuju kehidupan akhirat. Orang-orang yang bersabar dengan penderitaan yang dialaminya akan menyadari bahwa dirinya sangat lemah di hadapan Allah, dan akan menyadari betapa mereka sangat memerlukan Dia. Mereka akan berpaling kepada Allah dengan lebih berendah diri dalam doa-doa mereka, dan dzikir mereka akan semakin mendekatkan diri mereka kepada-Nya. Tentu saja hal ini sangat bermanfaat bagi kehidupan akhirat seseorang. Dengan bertawakal sepenuhnya kepada Allah dan dengan menunjukkan kesabaran, mereka akan memperoleh ridha Allah dan akan memperoleh pahala berupa kebahagiaan abadi.

RAHASIA BERSERAH DIRI DAN BERTAWAKAL KEPADA ALLAH

RAHASIA BERSERAH DIRI DAN BERTAWAKAL KEPADA ALLAH

Berserah diri kepada Allah merupakan ciri khusus yang dimiliki orang-orang mukmin, yang memiliki keimanan yang mendalam, yang mampu melihat kekuasaan Allah, dan yang dekat dengan-Nya. Terdapat rahasia penting dan kenikmatan jika kita berserah diri kepada Allah. Berserah diri kepada Allah maknanya adalah menyandarkan dirinya dan takdirnya dengan sungguh-sungguh kepada Allah. Allah telah menciptakan semua makhluk, binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda tak bernyawa - masing-masing dengan tujuannya sendiri-sendiri dan takdirnya sendiri-sendiri. Matahari, bulan, lautan, danau, pohon, bunga, seekor semut kecil, sehelai daun yang jatuh, debu yang ada di bangku, batu yang menyebabkan kita tersandung, baju yang kita beli sepuluh tahun yang lalu, buah persik di lemari es, ibu anda, teman kepala sekolah anda, diri anda - pendek kata segala sesuatunya, takdirnya telah ditetapkan oleh Allah jutaan tahun yang lalu. Takdir segala sesuatu telah tersimpan dalam sebuah kitab yang dalam al-Qur'an disebut sebagai 'Lauhul-Mahfuzh'. Saat kematian, saat jatuhnya sebuah daun, saat buah persik dalam peti es membusuk, dan batu yang menyebabkan kita tersandung - pendek kata semua peristiwa, yang remeh maupun yang penting - semuanya tersimpan dalam kitab ini. 

Sejarah Perkembangan Hukum Islam di Indonesia

A. Sejarah Perkembangan Hukum Islam di Indonesia 
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, terjadi perbedaan pendapat para ahli mengenai kapan pertama kali Islam measuk ke Nusantara. Menurut pendapat yang disimpulkan oleh Seminar Masuknya Islam ke Indonesia yang diselenggarakan di Medan 1963, Islam telah masuk ke Indonesia pada abad pertama Hijriah atau pada abad ketujuh/kedelapan masehi. Pendapat lain mengatakan bahwa Islam baru sampai ke Nusantara ini pada abad ke-13 Masehi. Daerah yang pertama didatanginya adalah pesisir utara pulau Sumatera dengan pembentukan masyarakat Islam pertama di Pereulak Aceh Timur dan kerajaan Islam pertama di Samudra Pasai, Aceh Utara.
Ketika singgah di Samudera Pasai pada tahun 1345 Masehi, Ibnu Batutah, seorang pengembara, mengagumi perkembangan Islam di negeri tersebut. ia mengagumi kemampuan Sultan Al-Malik Al-Zahir dalam berdiskusi tentang berbagai masalah Islam dan Ilmu Fiqh. Menurut pengembara Arab Islam Maroko itu, selain sebagai seorang raja, Al-Malik Al-Zahir yang menjadi Sultan Pasai ketika itu adalah juga seorang fukaha (ahli hukum yang mahir tentang hukum Islam). Yang dianut di kerajaan Pasai pada waktu itu adalah hukum Islam Mazhab Syafi’i. Menurutt Hamka, dari Pasailah disebarkan paham Syafi’i ke kerajaan – kerajaan Islam lainnya di Indonesia. Bahkan setelah kerajaan Islam Malaka berdiri (1400-1500 M) para ahli hukum Islam Malaka datang ke Samudra Pasai untuk meminta kata putus mengenai berbagai masalah hukum yang mereka jumpai dalam masyarakat.
Dalam proses Islamisasi kepulauan Indonesia yang dilakukan oleh para saudagar melalui perdagangan dan perkawinan, peranan hukum Islam adalah besar. Kenyataan ini dilihat bahwa bila seorang saudagar Muslim hendak menikah dengan seorang wanita pribumi, misalnya, wanita itu diislamkan lebih dahulu dan perkawinannya kemudian dilangsungkan menurut ketentuan Hukum Islam.
Setelah agama Islam berakar pada masyarakat, peranan saudagar dalam penyebaran Islam digantikan oleh para ulama yang bertindak sebagai guru dan pengawal Hukum Islam. Salah satu contoh ulama yang terkenal adalah Nuruddin Ar-Raniri, yang menulis buku hukum Islam dengan judul Siratal Mustaqim pada tahun 1628. menurut Hamka, kitab Hukum Islam yang ditulis oleh Ar-Raniri ini merupakan kitab hukum Islam pertama yang disebarkan ke seluruh Indonesia. oleh Syaikh Muhammad Arsyad Al-Banjari, yang menjadi mufti di Banjarmasin, kitab hukum Siratal Mustaqim itu diperluas dan diperpanjang uraiannya dan dijadikan pegangan dalam menyelesaikan sengketa antara umat Islam di daerah kesultanan Banjar. Kitab yang sudah diuraikan ini kemudian diberi nama Sabilal Muhtadin. Di daerah kesultanan Palembang dan Banten, terbit pula beberapa kitab Hukum Islam yang dijadikan pegangan oleh umat Islam dalam menyelesaikan berbagai masalah dalam hidup dan kehidupan mereka ditulis oleh Syaikh Abdu Samad dan Syaikh Nawawi Al-Bantani.