Rabu, 04 April 2012

syiqoq


BAB I
PENDAHULUAN
  1. LATAR BELAKANG

Pernikahan merupakan penghalalan bagi laki-laki dan perempuan untuk hidup berdampingan. Pernikahan merupakan sunnah rasul yang memiliki beberapa hukum yang awalnya sunnah, wajib dst. Yang disesuaikan dengan keadaan.
Dengan menikah Allah akan memberikan ketentraman, cinta, dan kasih sayang kepada pasutri, karena itu merupakan tanda-tanda dari kebesaran Allah yang telah disebutkan didalam al-Quran.
Namun perlu kita sadari bahwa suatu hubungan suami istri pasti ada yang namanya liku-liku hidup, pasti ada kebahagiaan dan pasti ada kesedihan. Jika terdapat kebahagiaan diantara mereka, maka kita bisa menyebutkan bahwa itu merupakan keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah. Sebaliknya, jika ada pasangan yang bertengkar atau berselisih, bersengketa, maka itu bisa kita sebut syiqaq. Yang merupakan pembahasan utama dalam makalah ini.

  1. Rumusan masalah
  1. Apa pengertian syiqaq?
  2. Bagaimana penyelesaiannya?
  3. Apa pengertian hakam?
  4. Apa tujuan diutusnya hakam?
  5. Apa yang boleh diputuskan oleh kedua hakam tersebut?
  6. Bagaimana bentuk pengutusan kedua hakam?

  1. Tujuan Masalah
  1. Mengetahui pengertian syiqaq
  2. Mengetahui cara pnyelesaiannya
  3. Mengetahui pngertian hakam
  4. Mengetahui tujuan diutusnya hakam
  5. Mengetahui yang boleh diputuskan oleh kedua hakam tersebut
  6. Mengertahui bentuk pengutusan kedua hakam
     
BAB II
PEMBAHASAN
A. Arti Ayat
                       
35. dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam[juru damai] dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
B. Tafsir Ayat
Dalam kitab tafsir al Qur’an al adzim karya imamain jalalain yang di kenal sebagai kitab tafsir jalalain menafsiri ayat di atas sebagai berikut;
Lafadz “ وإن خفتم ” menyimpan/memiliki arti “ علمتم “ yang berarti mengetahui, “شقاق بينهما “ yaitu “خلاف بينهما، يعني: وجود نزاع بين الزوجة والزوجterdapat perselisihan/perbeda’an antara istri dengan suami, (فَابْعَثُوا)، إليهما برضاهما(حكماً) رجلاً عدلاً maka hendaknya suami istri tersebut mencari hakim yaitu laki-laki yang adil yang mereka ridloi/hendaki, (من أهله) أي: من أقاربه، (وحكماً من أهلها) yaitu dari kerabat/keluarga laki-laki dan dari kerabat/keluarga perempuan tersebut, وقيل: الحكمان (إن يريدا) قيل: الزوجان jika suami istri /kedua hakim tersebut menginginkan, (إصلاحاً) يعني: بصدق نيتهما فيه sebuah kebaikan yaitu dengan niat yang sesungguh-sesungguhnya, (يُوَفِّقِ اللَّهُ بَيْنَهُمَا) يعني: بين الزوجين، أي: يقدرهما على ما هو الطاعة من إصلاح، أو تفريق. niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu untuk melakukan perbaikan ataupun perpisahan1

C Ayat yang berhubungan
                                            
34. kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri[289] ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)[290]. wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya[291], Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya[292]. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.

[289] Maksudnya: tidak Berlaku curang serta memelihara rahasia dan harta suaminya.
[290] Maksudnya: Allah telah mewajibkan kepada suami untuk mempergauli isterinya dengan baik.
[291] Nusyuz: Yaitu meninggalkan kewajiban bersuami isteri. nusyuz dari pihak isteri seperti meninggalkan rumah tanpa izin suaminya.
[292] Maksudnya: untuk memberi peljaran kepada isteri yang dikhawatirkan pembangkangannya haruslah mula-mula diberi nasehat, bila nasehat tidak bermanfaat barulah dipisahkan dari tempat tidur mereka, bila tidak bermanfaat juga barulah dibolehkan memukul mereka dengan pukulan yang tidak meninggalkan bekas. bila cara pertama telah ada manfaatnya janganlah dijalankan cara yang lain dan seterusnya.

D. Asbabun nuzul
diriwayatkan dari muqatil bahwa seorang perempuan bernama Habibah binti Zaid ibn Abu Zuhair melaporkan suaminya (Saad ibn ar-Rabi). Dengan ditemani ayahnya, Habibah kemudian mengadu kepada Nabi SAW. Kata sang ayah: “ Saya berikan anakku kepadanya untuk menjadi teman tidurnya, namun dia ditempelengnya.”
Mendengar pengaduan itu, Nabi menjawab :
Hendaklah kamu mengambil pembalasan kepadanya, yakni menamparnya.”
Setelah itu, Habibah bersama ayahnya pulang dan melakukan pembalasan kepada suaminya. Setelah Habibah melaporkan perbuatannya, Nabi SAW bersabda :
Kembalilah kamu, ini jibril dating dan Allah menurunkan ayat ini.”
Kemudian Nabi membacakannya. Dan bersabda:
Kita berkehendak begitu, Allah berkehendak begini. Dan apa yang Allah kehendaki itulah yang terbaik.”
inilah ayat yang menjadi dasar penentuan adanya mediator (penengah, wasit) yang bertugas mendamaikan suami istri melalui jalan yang terbaik, yang disepakati semua pihak. Jika petunjuk al-Quran kita jalankan dengan baik, tidak perlulah suami istri harus menghadap hakim di pengadilan untuk memutuskan tali pernikahan, dengan akhir perjalanan berupa perceraian.2
E.Munasabah dengan ayat sebelumnya
Syiqaq yang merupakan kata lain dari persengketaan yang terjadi antara suami dengan istri (yang telah diterangkan pada QS. Annisa : 35). Hal ini terjadi karena terjadi nusyus dari salah satu diantara mereka, entah suami atau istri. Karena ada kedurhakaan yang terjadi atau kewajiban yang dilanggar. Maka didalam ayat 34 diterangkan cara penyelesaian istri yang nusyus yakni yang telah diterangkan diatas, sedang pada ayat 35 membahas tentang cara penyelesaiannya apabila persengketaan berkelanjutan, yakni dengan mendatangkan hakam yang bertugas untuk melerai persengketaan dan melakukan perbaikan untuk suami istri, entah dengan saling memaafkan atau bahkan perceraian.
F.Pengertian Syiqaq
Asy-syiqaaq merupakan mashdar dari ucapan seseorang, “syaaqa fulaanun fulaanan” (si fulan menyulitkan fulan yang lainnya), jika masing-masing pihak dari keduanya melakukan perkara-perkara yang menyulitkan temanya, fahuwa yasyaaqquhu masyyaaqatan wa syiqaaqan. Tindakan tersebut terkadang menjadi permusuhan.
Syiqaq memiliki arti sama dengan al khilaf perselisihan atau al adawah pertentangan atau persengketaan, jadi syiqaq ialah perselisihan antara suami dengan istri , hal ini biasanya timbul karena suami atau istri tidak melaksanakan kewajibannya, maka dalam ayat di atas diperintahkan untuk mencari hakim guna menjadi juru damai di antara keduanya.
Kata syiqaq berasal dari bahasa arab al-syaqqu yang berarti sisi. Adanya perselisihan suami-isteri disebut “sisi”, karena masing-masing pihak yang berselisih itu berada pada sisi yang berlainan, disebabkan adanya permusuhan dan pertentangan; sehingga padanan katanya adalah perselisihan; (al-khilaf); perpecahan; permusuhan; (aladawah).
Ada beberapa pandangan tentang syiqaq. Ada yang berpendapat bahwa dikatakan syiqaq kalau selisihnya itu mengandung unsur membahayakan suami isteri dan terjadi pecahnya perkawinan, sedangkan bila tidak mengandung unsur-unsur yang membahayakan dan belum sampai pada tingkat darurat, maka hal tersebut belum dikatakan syiqaq.

Pertentangan atau persengketaan. Menurut istilah fiqih ialah perselisihan suami istri yang diselesaikan oleh dua orang hakam, yaitu seorang hakam dari pihak suami dan seorang hakam dari pihak istri. Al-Maraghi dalam tafsirnya menjelaskan permasalahan syiqaq dengan cukup lugas. Al-syiqaq berarti perselisihan yang berpotensi membuat dua pihak berpisah, dan ketakutan masing-masing pihak akan terjadinya perpisahan itu dengan lahirnya sebab-sebab perselisihan.

G. Pengangkatan Hakam
Menurut Wahbah al-Zuhaili, suatu rumah tangga dikatakan syiqaq sehingga membutuhkan adanya pengangkatan hakamain, secara teori melewati beberapa fase, antara lain: 1) mu’asyarah bi al-ma’ruf, adanya itikad baik dan upaya sungguh-sungguh kedua belah pihak menciptakan hubungan yang baik, 2) al-shabr, yaitu kesabaran dan upaya bertahan menghadapi ujian yang timbul sebagai akibat perkawinan termasuk sikap pasangan yang nusyuz, 3) tahammul al-adza, adalah situasi seorang suami dengan pantang menyerah menanggung beban fisik dan mental dalam melaksanakan kewajibannya, 4) alwa’zhu, upaya suami memberikan nasihat kepada isterinya dengan hikmah dan kebijaksanaa, 5) al-hajr, upaya (nasihat) suami dengan cara membatasi komunikasi terhadap isteri, 6) al-dharb al-yasir, upaya tegas suami terhadap isteri yang pula berupa sikap fisik yang wajar, 7) irsal al-hakamain, upaya mediasi antar keluarga kedua belah pihak dengan pengangkatan hakamain.3
Suami-istri berwenang menunjuk seseorang untuk dijadikan hakam, entah itu dari kerabatnya atau bukan kerabatnya (pihak pengadilan)
Alasan kuat menunjuk pihak keluarga menjadi hakam adalah karena keluarga atau kerabat lebih mengetahui seluk beluk rumah tangga serta pribadi masing-masing suami isteri sehingga mengutus seorang hakam dari kedua belah pihak lebih diutamakan. Filosofi mengangkat hakam dari pihak keluarga adalah mereka dianggap lebih tahu keadaan suami isteri secara baik. Keluarga kedua belah pihak memiliki misi untuk mendamaikan percekcokan yang terjadi diantara keduanya sehingga peluang suami isteri untuk menyampaikan uneg-unegnya dapat dilakukan tanpa banyak hambatan.4
.
H.Tujuan dihadirkannya hakam
Para hakam hendaknya membulatkan tekad untuk bisa mendamaikan keduamya. jika mereka benar-benar bermaksud mencari penyelesaian terbaik, Allah akan memberikan taufik-Nya. jika pada akhirnya mereka berpendapat bahwa perceraian adalah jalan yang terbaik bagi suami-istri tersebut. maka para hakam tersebut bisa menceraiakan mereka.
Namun jika istri telah mengutus hakamnya, sementara suami tidak, maka suami tidak boleh mendekati istrinya, hingga ia mengutus seorang hakam.5
I.Syarat-syarat hakam
Dalam permaslahan hakim, sayid sabiq dalam kitab Fiqh Sunnah mensyaratkan 4 syarat bagi seorang hakim yaitu; berakal, baligh, adil, muslim6 dalam pendapat lain menambahi satu syarat yaitu seorang laki-laki7, akan tetapi hakim tersebut tidak di syaratkan dari kerabat/keluarga suami istri tersebut, maka dengan demikian hakim boleh dari dari orang lain yang memenuhi kriteria yang telah disyaratkan.
Dalam ayat di atas memang disebutkan dua orang hakam dari pihak suami istri itu merupakan kerabat mereka akan tetapi jumhurul ulama menafsirkan lafadz tersebut sebagai anjuran bukan sebuah perintah, karena jika hakim di ambil dari kerabat mereka dianggap lebih sayang dan lebih mengetahui permasalahan di antara mereka.
J .Kedudukan Hakam
Ulama’ berbeda pendapat mengenai kedudukan seorang hakam tersebut. Salah satu riwayat dari imam ahmad menurut hikayat dari al hasan dan abu hanifah mengatakan bahwa kedudukan hakam tersebut ialah sebagai wakil dari suami istri tersebut dan hanya berwenang untuk mendamaikan suami istri tersebut dan tidak berwenang untuk menceraikan mereka.
Sedangkan menurut pendapat yang lain yaitu ibn munzir, imam malik, ibn abbas menyatakan bahwa kedua hakam berkedudukan sebagai hakim dan dapat memutuskan keputuan yang mereka anggap baik tanpa adanya persetujuan dari suami istri tersebut hal ini beralasan pada petunjuk ayat tersebut.8
Namun terdapat pertanyaan tentang siapakah yang berhak mengirimkan hakam kepada suami istri yang sedang berselisih?
Sebagian ahli takwil berpendapat bahwa yang diperintahkan atau yang berhak mengirim seorang hakam adalah penguasa (hakim) yang menangani kasus tersebut.9 Ada juga yang berpendapat bahwa yang diperintahkan untuk mengirim hakam adalah suami dan istri yang berselisih.
Jika terjadi persengketaan antara suami istri, maka selayaknya mereka mendatangkan seorang hakam (mediator) dari keluarga kedua belah pihak untuk bermusyawarah mencari jalan keluar (solusi). Hakam disyaratkan harus orang yang adil, dari kerabat, dan mempunyai pengalaman dalam urusan rumah tangga (keluarga) dan pendapat yang lain tidak harus dari kerabat.
Mujahid bin Musa menceritakan kepada kami, ia berkata: Yazid menceritakan kepada kami, ia berkata: Hisyam bin Hasan dan Abdullah bin Aun menceritakan kepada kami dari Muhammad, bahwa Ali didatangi oleh seorang laki-laki bersama istrinya, dan masing-masing dari keduanya membawa sekelompok orang. Ali kemudian memrintahkan keduanya untuk mengutus seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan, guna memberikan pertimbangan. ketika kedua orang hakam itu mendekat kepada Ali, Ali berkata kepada keduanya, ‘Apakah kalian berdua mengetahui kewajiban kalian? Jika kalian menilai keduanya harus berpisah, maka pisahkanlah (keduanya). Tapi jika kalian menilai mereka berdua harus bersatu, maka satukanlah (keduanya).
Hisyam berkata dalam hadisnya, “Wanita itu berkata,’Aku telah ridha terhadap kitab Allah, baik (terhadap sesuatu yang) bermanfaat bagiku maupun yang mudharat bagiku”. Lelaki itu berkata, ‘Adapun perpisahan, tidak’. Ali lalu berkata, ‘Engkau telah berdusta. Demi Allah, (janganlah engkau kembali) hingga engkau ridha (terhadap sesuatu), seperti istrimu ridha terhadap sesuatu itu”.10
Cara penyelesaiannya ialah hakam dari pihak laki-laki berpartner dengan suami, sedang hakam dari pihak perempuan berpartner dengan istri. Setalah itu, masing-masing dari keduanya berkata kepada partnernya (suami atau istri tersebut), “jujurlah kepadaku tentang keinginan yang ada dihatimu’. apabila masing-masing dari kedua pasangan suami-istri itu jujur kepada kedua hakam tersebut, maka kedua hakam itupun berkumpul, dan masing-masing pihak dari mereka membuat sebuah janji dengan kawannya (hakam yang lain), “Hendaklah engkau jujur kepadaku tentang keinginan yang dikatakan partnermu kepadamu, niscaya aku akan jujur kepadamu tentang keinginan yang dikatakan partnerku kepadaku’. dengan cara seperti ini maka kedua hakam tersebut akan mengetahui perbuatan yang telah dilakukan oleh partnernya terhadap pasangannya. Dan para hakam tersebut akan tahu siapa yang berbuat zalim atau siapa yang bersalah, sehingga keduanya dapat mempertimbangkan dan mengambil keputusan.11
Menurut Imam Abu Hanifah, sebagian pengikut Imam Hambali, dan Qaul Qadim dari Imam Syafi'i, hakam itu berarti wakil. Sama halnya dengan wakil, maka hakam tidak berwenang menjatuhkan talak kepada pihak istri sebelum mendapatkan persetujuan dari pihak suami. Begitu pula hakam dari pihak istri tidak boleh mengadakan khulu' sebelum mendapatkan persetujuan dari pihak istri. Menurut Imam Malik, hakam itu sebagai hakim, sehingga berwenang memberikan keputusan sesuai dengan pendapat keduanya tentang hubungan suami istri yahg sedang berselisih itu, apakah ia akan memberikan keputusan perceraian atau ia akan memerintahkan agar berdamai kembali.
Dalam praktek peradilan agama di Indonesia, fungsi hakam terbatas yaitu untuk mencari upaya penyelesaian perselisihan dan fungsi tersebut tidak dibarengi dengan kewenangan untuk menjatuhkan putusan. Berarti setelah hakam berupaya mencoba mencari penyelesaian diantara suami istri, fungsi dan kewenangannya berhenti sampai disitu. Hakam mempunyai fungsi kewajiban yang melaporkan kepada pengadilan sampai sejauh mana usaha yang telah dilakukannya, dan apa hasil yang telah diperolehnya selama hakam menjalankan fungsinya. Hakam hanya sekedar usaha penjajakan penyelesaian perselisihan diantara suami istri tanpa dibarengi dengan kewenangan mengambil putusan.
  1. Pasal berkaitan alasan perceraian karena perselisihan dan pertengkaran terus menerus
 Pasal 76 Undang-undang No. 7 Tahun 1989 berbunyi :
  1. Apabila gugatan perceraian didasarkan atas alasan syiqoq, maka untuk mendapatkan putusan perceraian harus didengar keterangan saksi-saksi yang berasal dari keluarga atau orang-orang dekat dengan suami istri”
  2. Pengadilan setelah mendengar keterangan saksi tentang sifat persengketaan antara suami isteri dapat mengangkat seorang atau lebih dari keluarga masing-masing pihak ataupun orang lain untuk menjadi hakam”
Penjelasan Pasal tersebut berbunyi :
Ayat (1)          : “ Syiqaq adalah perselisihan yang tajam dan terus menerus antara suami isteri”
Ayat (2)          : “Hakam ialah orang yang ditetapkan Pengadilan dari pihak keluarga suami atau pihak isteri atau pihak lain untuk mencari upaya penyelesaian perselisihan terhadap syiqaq”
Pasal 22 PP. No. 9 Tahun 1975 berbunyi :
Ayat (1)          : “ Gugatan perceraian karena alasan tersebut dalam Pasal 19 huruf (f), diajukan kepada Pengadilan ditempat kediaman Tergugat”
Ayat (2)          : “Gugatan tersebut dalam ayat (1) dapat diterima apabila telah cukup jelas bagi Pengadilan mengenai sebab-sebab perselisihan dan pertengkaran itu dan setelah mendengar pihak keluarga, serta orang-orang yang dekat dengan suami istri itu”
Penjelasan ayat (2) Pasal tersebut berbunyi : “Sebab-sebab perselisihan dan pertengkaran itu hendaknya dipertimbangkan oleh hakim apakah benar-benar berpengaruh dan prinsipiil bagi keutuhan kehidupan suami isteri.
Pasal 134 KHI berbunyi “Gugatan perceraian karena alasan tersebut dalam Pasal 116 huruf (f) dapat diterima apabila telah cukup jelas bagi Pengadilan Agama mengenai sebab-sebab perselisihan dan pertengkaran itu dan setelah mendengar pihak keluarga serta orang-orang yang dekat dengan suami isteri tersebut.
L. Saksi keluarga atau orang lain.
Pada prinsipnya ketiga Pasal tersebut mengharuskan hakim untuk mendengar dan memeriksa keluarga dekat suami isteri. Jika ternyata keluarga dekat tidak ada atau jauh dan sulit untuk dihadirkan ke dalam persidangan, maka hakim dapat memerintahkan para pihak untuk menghadirkan siap-siapa orang yang dekat dengan mereka, bila tidak dapat menghadirkanya setelah diperintahkan untuk waktu yang cukup maka tidak perlu menghadapkannya, bila duduk perkaranya sudah sukup terang, sebab keterangan mereka adalah kepentingan para pihak. Bila pihak Tergugat yang tidak mampu atau tidak mau menghadirkannya maka hakim dapat menganggap tergugat mengakui dalil-dalil Penggugat.
Saksi keluarga didengar keteranganya tentang sebab-sebab dan sifat-sifat perselisihan antara suami isteri, karena merekalah yang paling dekat, lebih tahu tentang situasi rumah tangga suami isteri.
M. Nilai kesaksian saksi keluarga
Saksi keluarga dan orang-orang dekat adalah saksi yang kedudukannya sama dengan saksi-saksi dalam perkara, maka pemeriksaannya dilaksanakan pada tahap pembuktian, karenanya mereka didudukan secara formil harus disumpah dan keterangan yang mereka berikan memenuhi syarat materiil yakni keterangan yang mereka berikan berdasar pendengaran, penglihatan atau pengalaman sendiri, yang kemudian keterangan yang mereka berikan saling berkesesuaian dengan saksi atau alat bukti lain dan yang mereka berikan sah serta bernilai alat bukti olehnya bernilai kekuatan pembuktian.






















BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Syiqaq memiliki arti sama dengan al khilaf perselisihan atau al adawah pertentangan atau persengketaan, jadi syiqaq ialah perselisihan antara suami dengan istri , hal ini biasanya timbul karena suami atau istri tidak melaksanakan kewajibannya, maka dalam ayat di atas diperintahkan untuk mencari hakim guna menjadi juru damai di antara keduanya.
Aturan tentang syiqaq yang tercantum dalam Pasal 76 Undang-undang No. 50 tahun 2009 tentang Perubahan Kedua UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama beserta penjelasannya menyatakan bahwa bila gugatan perceraian didasarkan atas alasan syiqaq, yaitu perselisihan yang tajam dan terus menerus antara suami isteri, maka selain harus mendengar keterangan saksi, juga harus mengangkat hakamain untuk mendamaikan suami isteri tersebut.
Syiqaq atau pertikaian di antara mereka kadang-kadang disebabkan oleh nusyuznya isteri, kadang-kadang pula oleh kezaliman suami. Jika hal pertama yang terjadi, maka hendaknya suami mengatasinya dengan cara yang paling ringan di antara cara-cara yang disebutkan di dalam ayat 34. Tetapi jika hal kedua yang terjadi, dan dikhawatirkan suami akan terus-menerus berlaku zalim atau sulit menghilangkan nusyuznya.
Didalam pertikaian rumah tangga, Islam menganjurkan pasangan suami istri untuk mendatangkan hakam guna menyelesaian masalah dan Para hakam hendaknya membulatkan tekad untuk bisa mendamaikan keduamya. jika mereka benar-benar bermaksud mencari penyelesaian terbaik, Allah akan memberikan taufik-Nya. jika pada akhirnya mereka berpendapat bahwa perceraian adalah jalan yang terbaik bagi suami-istri tersebut. maka para hakam tersebut bisa menceraiakan mereka.






DAFTAR PUSTAKA
Ibnu katsir Mustafa, shahih ibnu katsir, jilid 2, 2007.
Jabir abu bakar al-Jazair, Tafsir al-Aisar, Darus sunnah, jilid 2, 2007.
Muhammad abu ja’far, Tafsir ath-Thabari, Pustaka Azam, jilid 6. 2008.
Al-Maraghi Ahmad Mustafa, terjemah tafsir al maraghi 5, CV. Toha Putra Semarang. 1986.
Ramulyo idris Muhammad, Hukum Perkawinan Islam, Bumi Aksara, 2002.
Saifullah, Muhammad, Melacak Akar Historis Bantuan Hukum dalam Islam. Penelitian Individual, tidak diterbitkan. IAIN Walisongo Semarang, 2002.

Zuhaili, Wahbah, Al-fiqh al-islâmi wa adillatuhu, Juz XI, Damaskus: Dâr Fikr al-Mu asir.











1 Muhammad.Jalaludin, Tafsir Qur’an al Adzim .darul ilmi surabaya.76


2 Lihat as-Atsar no, 9306

3 Wahbah Zuhaili, Al-fiqh al-islâmi wa adillatuhu, Juz XI, Damaskus: Dâr Fikr al-Mu asir, t.t., hal.
337.

4 Muhammad Saifullah, Melacak Akar Historis Bantuan Hukum dalam Islam. Penelitian Individual, tidak diterbitkan. IAIN Walisongo Semarang, 2002, hlm. 82.


5 Ibnu abi hatim dalam tafsir (3/945)

6 Sayyid sabiq, fiqh sunnah,juz 2,(Darul Misri).199

7 Amir Syarifuddin, hukum perkawinan di indonesi (fajar interpradana).196

8 Ibid, 197


9 Ibnu Jauzi dalam Zad Al Masir (2/77)

10 Ad-Daraquthni dalam As-Sunan (3/295).

11 Tafsir ath-Thabari, jilid 6. 2008. Hlm 935


Tidak ada komentar:

Posting Komentar